Senin, 31 Desember 2012


Bercak Biru Bukan Karena di Jilat Setan

Bercak Biru Bukan Karena di Jilat Setan
Pernahkah kamu menemukan bercak biru lebam atau memar di tubuh tanpa tahu apa penyebabnya? Memar tanpa sebab jelas ini memang bisa sembuh sendiri, tapi bisa juga sebagai pertanda adanya penyakit serius, misalnya hemofilia. Jadi, bukan lantaran dijilat setan, seperti yang dipercayai banyak orang selama ini. Kita sering melihat atau mungkin mengalami memar yang tiba-tiba muncul tanpa sebab, misalnya di tangan atau kaki. Hendra (28) salah seorang di antaranya. Ia sempat mengira itu akibat benturan yang tak disadari. Akhirnya ia amati, memar itu akan muncul jika ia terlalu lelah. “Biasanya sih muncul di lengan,” katanya. Ia memilih tidak ke dokter karena bercak itu bakal hilang dalam beberapa hari.

Bercak biru serupa lebam juga sering dialami Sari (26). “Kata ibu saya, ini karena dijilat setan, akibat ada yang sirik sama saya. Habisnya, tidak terbentur apa-apa kok bisa lebam,” ujarnya. Memang orang awam menyebut luka lebam ini akibat jilatan setan. Segelintir orang bahkan mengaitkan kondisi ini dengan masalah klenik. “Padahal, bercak biru ini bisa dijelaskan secara medis. Bukan karena dijilat setan,” kata Prof. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM, ahli penyakit dalam dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dalam dunia medis, bercak biru tanpa sebab ini dikenal sebagai purpura simplex. Bercak biru ini adalah penggumpalan darah akibat pecahnya dinding pembuluh darah. Biasanya ditemukan pada tungkai kaki atau lengan dan tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita ketimbang pria. “Biasanya tiba-tiba muncul dan tidak disertai rasa sakit,” ujar Prof. Zubairi.
Hilang sendiri
Kabar baiknya, purpura simplex tidak berbahaya dan bisa hilang sendiri tanpa diobati. Kondisi ini juga tidak berkaitan dengan penyakit lain. Hanya saja, bercak ini bisa timbul lagi, dan kadang bersamaan dengan siklus menstruasi.
Untuk memahami terjadinya penggumpalan darah, tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada kasus purpura simplex, penggumpalan darah atau perdarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu.
Banyak pula ditemukan, pasien purpura simplex memiliki pembuluh darah kapiler yang rentan, sehingga memudahkan terjadinya penggumpalan darah. “Ketika pembuluh darah rusak, darah akan bocor ke daerah sekelilingnya. Darah tersebut cenderung untuk berkoagulasi atau menggumpal. Ini yang menyebabkan terjadinya bercak biru atau memar,” paparnya.
Stres dan kelelahan
Banyak hal bisa menyebabkan penggumpalan darah. Yang paling mudah adalah trauma atau benturan secara fisik. “Tapi, tidak menutup kemungkinan penggumpalan terjadi karena hal lain. Banyak orang yang mengaku mengalami bercak biru jika sedang stres, terlalu lelah, atau karena alergi. Untuk mengatasinya, ya dikurangi saja tingkatan stresnya atau perbanyak istirahat,” ujarnya. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua seseorang, fungsi pembuluh darah ikut menurun. Lapisan kulit juga kehilangan banyak jaringan lemak yang bisa melindungi pembuluh dari benturan.
Untuk memastikan penyebab timbulnya bercak biru, Prof. Zubairi menyarankan pasien memeriksakan diri ke dokter ahli penyakit dalam. Banyak pasien yang memeriksakan diri karena takut bercak biru itu merupakan pertanda penyakit berat. “Meski jarang, beberapa penyakit berat bisa ditandai oleh memar dan bercak biru. Kalau itu terjadi, tentu saja pasien memerlukan penanganan lebih lanjut,” katanya.
Efek Obat-obatan
Pengaruh obat-obatan juga bisa menyebabkan timbulnya memar atau bercak biru di kulit. Seperti dijelaskan dalam situs kesehatan MayoClinic, beberapa obat pengencer darah seperti warfarin, aspirin, clopidogrel, dan prasugrel dapat meningkatkan potensi perdarahan, sehingga membentuk bercak biru di kulit. Obat-obatan jenis tersebut memang berfungsi mencegah penggumpalan darah atau sebagai pengencer darah. Tapi, ada juga risikonya, antara lain jika terjadi perdarahan atau darah bocor dari pembuluh kapiler akan lebih sulit dihentikan. Apalagi jika orang yang mengonsumsinya memiliki pembuluh darah yang mudah pecah. Tubuh tidak bisa dengan cepat memperbaiki pembuluh darah yang rusak. Ditambah lagi darah yang encer mengalir terus keluar.
Obat jenis kortikosteroid juga membuat lapisan kulit menjadi lebih tipis, yang artinya menambah risiko terjadinya memar. Meski sering digunakan untuk menangani Purpura Trombositopenia Idiopatik, obat ini juga memiliki efek samping. Untuk itu, hubungi dokter ahli jika Anda mengalami bercak memar setelah mengonsumsi obat jenis kortikosteroid. Bahkan, beberapa suplemen yang berasal dari bahan alami juga diduga bisa meningkatkan terjadinya memar. Suplemen seperti minyak ikan dan ginkgo biloba memiliki khasiat untuk mengencerkan darah. Bila suplemen ini dikonsumsi orang yang juga mengasup obat yang berkhasiat mengencerkan darah, perdarahan bisa tak terhindarkan. Karena itu, orang yang sering mengalami bercak biru atau memar sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen.
Waspada Hemofilia
Bercak biru atau memar atau lebam bisa hilang tanpa diobati. Namun, lebih baik Anda waspada jika bercak biru sering muncul disertai gejala seperti demam, terutama bila kondisi ini terjadi pada bayi dan anak-anak. Bisa jadi itu gejala hemofilia.
Darah pada pasien hemofilia tidak dapat membeku secara normal. Proses pembekuan darah terjadi tidak secepat pada orang normal. Mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk proses pembekuan darah ketimbang orang normal akibat sel darah tidak bisa membeku dengan cepat. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami perdarahan di bawah kulit seperti luka memar. Terutama jika mereka mengalami benturan, meskipun hanya benturan ringan. Bercak biru seperti memar juga bisa timbul sendiri jika pasien melakukan aktivitas berat dan menguras tenaga. Perdarahan ini berbahaya jika terjadi pada bagian tubuh yang vital, misalnya otak.
Simak saja pengalaman Nina (37), ibu seorang anak pengidap hemofilia. Saat bayinya berusia 10 bulan, Nina mendapati bercak biru seukuran jempol tangan orang dewasa pada tangan, kaki, dan pantat buah hatinya. Sebelumnya suhu tubuh si kecil naik. Bercak biru itu memang hilang sendiri dalam beberapa hari. Kejadian ini berlangsung hingga berbulan-bulan tanpa diperiksakan ke dokter. “Saat itu ibu saya bilang hal tersebut karena dijilat setan. Itu hal yang wajar terjadi pada bayi. Apalagi saat itu bercak biru hilang sendiri. Seingat saya, anak saya tidak pernah terbentur sesuatu yang keras di bagian yang timbul bercak,” ujarnya.
Karena sering berulang dan disertai demam, Nina lantas membawa anaknya ke dokter. Setelah melalui pemeriksaan darah, diketahui si kecil mengalami hemofilia. “Saya sangat kaget dan syok. Apalagi kata dokter ini merupakan penyakit turunan. Padahal, saya dan suami sehat-sehat saja,” tuturnya. Kini, Nina merelakan buah hatinya menjalani terapi hemofilia di sebuah rumah sakit swasta.
Akibat Kekurangan Trombosit
Salah satu penyebab timbulnya bercak biru pada kulit adalah jumlah dan kondisi sel keping darah atau trombosit yang kurang baik. Trombosit turut berperan dalam proses pembekuan darah. Sel darah yang sangat kecil ini bisa diibaratkan sebagai sumbat yang bertugas menutup setiap kebocoran yang terjadi pada pembuluh darah.
Jumlah normal trombosit dalam tubuh adalah 150 ribu hingga 400 ribu per milimeter kubik. Jika jumlahnya di bawah angka tersebut, disebut trombositopenia. Orang yang mengalami trombositopenia sangat rentan mengalami bercak biru dan memar. Gejala klinis yang biasa dijumpai berupa perdarahan tiba-tiba seperti bintik kemerahan bagai digigit nyamuk, lebam kebiruan, mimisan, sampai yang paling berat adalah perdarahan di otak. Meski demikian, gejala berat seperti mimisan dan perdarahan di otak sangat jarang terjadi. Ada banyak penyebab trombositopenia, mulai dari penyakit autoimun seperti HIV/AIDS hingga penyebab yang tidak diketahui. Yang banyak terjadi adalah Purpura Trombositopenia Idiopatik
Seiring perkembangan ilmu kedokteran medis, PTI diduga disebabkan oleh adanya antibodi antitrombosit. Antibodi ini merusak trombosit sehingga jumlahnya menurun. Karena itu, salah satu cara untuk menangani PTI adalah memberikan obat kortikosteroid untuk menekan respon kekebalan tubuh. Pemberian kortikosteroid hampir selalu manjur untuk meningkatkan jumlah trombosit. Tapi, efeknya hanya sebentar.
Sebagian besar kasus PTI tergolong akut dan akan sembuh sendiri. Artinya, kondisi ini berlangsung paling lama enam bulan. Bila melebihi jangka waktu enam bulan, disebut PTI kronis. Untungnya, PTI kronis bisa sembuh sendiri meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding PTI akut. Yang jelas, jika sering mendapati gejala perdarahan atau lebam tiba-tiba, jangan segera menilai hal tersebut karena PTI. Periksakan diri segera ke ahli medis untuk mendapatkan diagnosis yang pasti (PTI) atau kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan trombosit yang bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) dan menimbulkan perdarahan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar